Selasa, 17 November 2009

Yang Penting, Mudik !

Banyak orang bilang, Lebaran kalau tidak mudik ibarat sayur tanpa garam. Tapi itu kan bagi orang yang punya kampung halaman jauh. Kalau kampung halamannya di kota tempat tinggal sekarang bagaimana? Dan juga sebenarnya yang pulang kampung juga orangtuanya bukan anak-anaknya. Seperti aku misalnya, aku lahir, besar, dan tinggal di Jakarta. Yang berarti kampung halamanku sebenarnya adalah Jakarta.

Itulah pikiran yang terbesit di otakku. Sebenarnya bukannya aku tidak suka dengan yang namanya pulang kampung atau lebih dikenal dengan istilah mudik. Melainkan aku senang sekali apabila, mendengar suara ibuku yang sedang merencanakan mudik kami sekeluarga. Tapi, sepertinya kegiatan tahunan yang berlangsung sejak aku kecil tidak akan terjadi pada tahun ini. Hanya karena acara keluarga besar kami dilaksanakan di rumah tanteku, yang letaknya kira-kira hanya dua ratus meter dari rumahku. ”Hhhh...kenapa acaranya di Jakarta sih?”. Itulah pertanyaan yang sering aku tanyakan ke ibuku. Tapi, apalah daya keluarga besar kami sudah menyetujui acaranya di Jakarta.
Kadang dulu aku selalu bertanya ” Bagaimana sih, rasanya Lebaran di Jakarta? Pasti Jakarta sepi sekali..” Ternyata pernyataan itu akan aku jawab dan rasakan sendiri. Aku memang sedikit kesal dan bosan membayangkan keluarga kami tidak mudik, melihat di Tv semua berita berisi laporan tentang arus mudik. Selain itu, mudik bagiku itu sangat menyenangkan sekali. Walaupun setiap kali kami melaksanakan mudik dengan menggunakan mobil pribadi yang pastinya akan mengalami kejadian macet dalam perjalanan. Tapi, aku sangat menikmatinya bisa merasakan perjalanan yang akan membawa kami bertemu keluarga besar di rumah keluarga kami di sana. Rasanya memang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Karena itulah artinya melakukan perjalanan mudik bagiku. Apalagi kalau di kampung halaman orang tuaku, kami bisa ziarah ke makam kakek dan nenek. Hal itu yang tidak bisa dilakukan di Jakarta kan?
Lima hari menjelang acara tersebut, kami mulai sibuk. Apalagi bagi keluarga kami yang tinggal di Jakarta. Dan karena aku yang sudah dewasa, maka aku bisa merasakan bagaimana rasanya mengatur segala hal agar acara kami sukses. Di tahun ini pula, ibuku selalu mengajarkanku untuk memasak macam-macam menu masakan khususnya masakan Lebaran. Bahkan yang biasanya ibuku hanya membeli kue-kue kering untuk Lebaran, kali ini harus aku yang membuatnya. Itulah hal yang menyenangkan bagiku bulan puasa tahun ini. Walaupun kadang merasa agak jenuh mengingat tidak akan mudik.

”Allahu akbar....Allahu akbar...Allahu akbar....La Illaha illa Allahu Allahu akbar. Allahu akabar wa lillah Ilham!”
Di pagi yang cerah, burung-burung pun berkicau seolah sedang menyerukan kalimat Takbir. Itulah suara takbir yang sudah menggema dari semalam, dan sekarang menemaniku jalan menuju masjid terdekat untuk menunaikan sholat Ied. Menghadap, memohon ampunan dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia yang telah dilimpahkan hingga hari kemenangan tiba. Setelah tuntas menunaikan sholat Ied, kami sekeluarga bersillahturrahmi ke para tetangga di lingkungan rumah untuk saling memaafkan. Memang bahagia Idul Fitri datang, karena kami semua bisa berkumpul dengan semua warga yang bisanya jarang bertemu.
”Jangan lupa, nanti kamu yang mengatur acara arisan nanti” Itulah kata-kata ibuku disaat acara menjelang. Semua keluarga besar dari nenekku sudah kumpul, hanya tinggal menunggu keluarga dari saudara-saudara nenekku. Acara keluarga besar kami memang bisa di bilang sangat besar, karena keluarga yang berkumpul bukan hanya dari nenekku, melainkan dari keluarga besar nenekku juga. Hingga di saat acara berlangsung, rumah tanteku berubah otomatis seperti di dalam pasar, di karenakan banyaknya orang di dalam. Semua berkumpul, mengobrol, saling memaafkan. Memang indah suasana seperti ini. Andai saja kami bisa ziarah ke makam nenek juga, bisa memberi kabar padanya, bahwa keluarga kami baik-baik saja.
Satu hari setelah acara, yang bertepatan hari ke- 4 setelah Idul Fitri ibuku berkata kalau kami akan ke kota kelahiran ibuku hari ke-5. Yang berarti esok hari kami akan melaksanakan mudik. ”Walaupun cuma dua hari, yang penting kan mudik! Yeah!”. Rasa senang bercampur kaget tak menyangka ternyata keluarga kami mudik juga. Walaupun sedah bertemu dengan keluarga besar, tapi belum untuk ziarah ke makam nenek dan juga melihat keadaan di kota kelahiran ibuku. Walaupun di sana bukan kampung halaman ku, tapi aku senang berada di sana. Karena aku bisa selalu mengenang saat-saat indah bersama nenekku.

Jalan menuju kota Cirebon sepi, lenggang tanpa macet hanya saja perjalanan bertambah panjang dikarenakan kami harus memutar balik untuk jalur arus balik. Tentu saja karena kami baru berangkat mudik di hari ke-5 yang kebanyakan orang, akan kembali ke kota mereka masing-masing. Akhirnya sampai juga, di rumah almarhum kakek dan almarhumah nenekku, yang sekarang ditempati oleh ua dan tanteku. Dan akhirnya aku bertemu lagi dengan sepupuku yang nakal tapi membuatku rindu akan mereka. Dan juga bisa merasakan rasa asli makanan dari kampung halaman ibuku.
Keesokkan harinya, kami sekeluarga pergi ke suatu desa untuk ziarah ke makam kakek dan nenekku beserta sanak saudara yang sudah duluan berpulang ke rahmat-Nya. Kami semua mendoakan agar semua amal beliau diterima di sisi yang Maha Kuasa. Sore hari kami kembali ke Jakarta. Sebenarnya masih ingin lama di sana, tapi dikarenakan jadwal libur yang sudah akan habis maka kami pun masuk dalam keadaan arus balik yang padat, merayap bagaikan kumpulan pelayan semut melayani sang ratu semut. Perjalanan yang sudah berlangsung lebih dari enam jam ini benar-benar sangat melelahkan dalam mengalami kemacetan yang sangat panjang. Hingga dini hari pun, kami masih jauh untuk mencapai kota Jakarta. Dua kali melakukan istirahat dalam perjalanan ini. Entah mengapa perjalanan arus balik sangat melelahkan dibandingkan perjalanan arus pergi. Mungkin perasaannya berbeda kali ya?.

Subuh di hari Minggu, kami pun sampai kembali ke rumah tercinta. Mengenang kembali masa-masa mudik kemarin sangat menyenangkan. Walaupun hanya dalam waktu singkat, tapi itulah artinya mudik. Bukan sekedar hanya untuk pulang kampung, melainkan untuk kita saling bersilahturrahmi dengan keluarga, ziarah dan yang paling penting, bisa merasakan indahnya hari kemenangan bersama orang-orang terkasih.
Senyum kembali di bibirku ini, sambil mengucapakan hamdallah telah melaksanakan mudik Lebaran tahun ini dan berdoa semoga di tahun berikutnya kami sekeluarga bisa merasakan indahnya mudik yang lebih indah dari tahun ini. Amin.

Karya,
Aryani Widayanti

0 comments:

Posting Komentar

thanks for comment of this!!!